Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya memakai pakaian yang berkotoran dengan darah nyamuk, setelah mandi biasa (tidak wajib) pakaiannya menempel dengan badannya yang masih basah. Apakah dimaafkan karena sulitnya menjaga?, Ataukah tidak?.
Jawab :
Dalam hal ini para ulama berselisih pendapat, menurut Imam Mutawalli dimaafkan, tetapi menurut Imam lainnya tidak dimaafkan.
Keterangan, dari kitab:
I’anah al-Thalibin [1]
وَاخْتَلَفَ فِيْمَا لَوْ لَبِسَ ثَوْبًا فِيْهِ دَمُ بَرَاغِيْثَ وَبَدَنُهُ رَطْبٌ فَقَالَ الْمُتَوَالِيُّ يَجُوْزُ وَقَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ عَلِيٍّ لاَ يَجُوْزُ لِأَنَّهُ لاَ ضَرُوْرَةَ إِلَى تَلْوِيْثِ بَدَنِهِ وَبِهِ جَزَمَ الْمُحِبُّ الطَّبَرِيّ تَفَقُّهًا.
Para ulama berbeda pandapat tentang memakai baju yang terkena darah nyamuk, sementara badannya basah. Al-Mutawalli berkata: “Boleh.”, dan Syaikh Abu Ali berkata: “Tidak boleh, karena tidak ada kondisi darurat untuk mengotori badannya.” Dan dengan pendapat ini al-Muhib al-Thabari mantap dengan kajiannya.
[1] Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1418 H/1997 M), Jilid I, h. 110.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 205 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-12 Di Malang Pada Tanggal 12 Rabiul Tsani 1356 H. / 25 Maret 1937 M.
Script