Minggu, 24 Februari 2019

MEMAKAI PLASTER LUKA, WAJIBKAH MELEPASNYA SAAT WUDHU?



Luka di tubuh bisa memunculkan sejumlah persoalan, termasuk dalam konteks keabsahan ritual bersuci seperti wudhu dan mandi wajib. Jika hanya sebatas luka ringan dan ia tidak membalutnya dengan plester perekat luka atau perban, maka dalam hal ini cara bersucinya sama persis seperti cara bersuci biasanya yakni membasuh seluruh bagian tubuh yang wajib dibasuh, termasuk membasuh luka itu.

Namun jika luka ringan tersebut dibalut dengan plester perekat luka dengan tujuan agar luka ringannya cepat sembuh, maka dalam hal ini wajib baginya untuk mencopot plester tersebut serta membersihkan sisa-sisa kotoran perekat plester yang biasa melekat pada kulit. Tujuannya, agar air dapat sampai pada kulit yang wajib dibasuh, pada kulit di sekitar bagian luka bila memang luka tidak boleh terkena air. Umumnya, luka yang dibalut plester hanyalah luka ringan yang tak membahayakan kulit atau anggota tubuh seandainya plester dilepas. Ketentuan demikian seperti dijelaskan dalam kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i:

فإذا وضع الجبيرة، ثم أراد الغسل أو الوضوء، فإن كان لا يخاف من نزعها ضررً نزعها وغسل ما يقدر عليه من ذلك، وتيمم عما لا يقدر عليه

“Ketika melekatkan perban, lalu ia hendak melaksanakan mandi wajib atau wudhu, maka jika ia tidak khawatir adanya bahaya (ketika perban dilepas) maka wajib untuk melepas perban tersebut dan wajib pula membasuh bagian yang dapat dibasuh dari luka tersebut dan wajib tayammum atas bagian yang tidak dapat dibasuh.” (Syekh Yahya bin Abi al-Khair bin Salim al-Yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, juz 1, hal. 331)

Sedangkan jenis luka yang selain menggunakan pembalut luka (plester), seperti luka berat yang biasa diperban atau dipasang gips, maka tidak wajib untuk melepasnya ketika memang khawatir akan terjadi bahaya pada dirinya. Batasan khawatir terjadinya bahaya (dlarar) pada permasalahan ini adalah sekiranya ketika perban atau gips dilepas, akan terjadi bahaya (1) hilangnya nyawa, (2) hilangnya fungsi anggota tubuh, (3) sembuhnya luka semakin lama, atau (4) bertambah sakitnya luka. Hal demikian seperti yang dijelaskan dalam lanjutan referensi di atas:

وإن خاف من نزعها تلف النفس، أو تلف عضو، أو إبطاء البرء أو الزيادة في الألم إذا قلنا: إنه كخوف التلف.. لم يلزمه حلها، ولزمه غسل ما جاوز موضع الشد، والمسح على الجبيرة

Namun jika perban tersebut dilepas ia khawatir salah satu dari rusaknya tubuh (hilangnya nyawa) atau anggota tubuh atau kesembuhan yang lama atau bertambah parahnya luka -ketika kita berpijak  pada pendapat bahwa hal tersebut sama seperti khawatir rusaknya tubuh- maka tidak wajib untuk melepas perban, namun tetap wajib membasuh anggota tubuh  di luar ikatan perban dan mengusap dengan air pada perban tersebut” (Syekh Yahya bin Abi al-Khair bin Salim al-Yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Juz 1, Hal. 331)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melepas plester perekat luka adalah hal yang wajib dilakukan ketika hendak melakukan wudhu atau mandi wajib, sebab tidak tergolong sebagai luka yang membahayakan ketika plester dilepas. Sedangkan dalam hal wajib tidaknya membasuhkan air pada luka tersebut, maka diperinci: seandainya luka tidak bahaya jika terkena air maka wajib untuk dibasuh; namun jika akan terjadi bahaya maka tidak wajib membasuh luka tersebut dengan air, namun diganti dengan tayammum. Wallahu a’lam.


Ustadz Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri. NU.or.id Script