Apakah Ali ikut menanggung dosa yang dilakukan oleh Aris, apabila Ali menerima pembayaran tersebut padahal dia hanya berniat mengambil alih haknya yang terdapat pada Aris?
Adakah perbedaan hukum antara permasalahan diatas dengan orang yang menerima pemberian dari orang yang barangnya didapat dari barang haram dan orang itupun tahu terhadap jalan pendapatan barang tersebut?
Apakah bisa direlevansikan antara kasus Ali dan Aris dengan pajak wajib, di mana pemerintah dijadikan pihak yang memberikan hutang dan rakyat (baik badan usaha atau bukan) dijadikan pihak yang berhutang (wajib membayar pajak). Namun ada sebagian pihak rakyat yang wajib membayar pajak, membayarnya dari uang haram. Misalnya prostitusi dan pemerintah pun menerima pajak tersebut karena pajak itu hak pemerintah. Jadi adakah kesamaan hukum antara permasalahan ini dengan kasus Ali dan Aris. Mohon disertai dalil-dalilnya
Jawaban:
Si Ali tidak ikut menanggung dosa si Aris, karena si Ali tidak mengetahui perbuatan dosa yang dilakukan oleh si Aris.
Jelas berbeda
Ada.
Dasar pengambilan:
Kitab I’anatut Thalibin juz 2 halaman 355
قَالَ فِى المَجْمُوعِ يُكْرَهُ الأَخْذُ مِمَّنْ بِيَدِهِ حَلاَلٌ وَحَرَامٌ كَالسُّلْطَانِ الجَائِرِ. وَتَخْتَلِفُ الكَرَاهَةُ بِقِلَّةِ الشُّبْهَةِ وَكَثْرَتِهَا, وَلاَ يَحْرُمُ إلاَّ إنْ تَيَقَّنَ أَنَّ هَذَا مِنَ الحَرَامِ.
Mushannif (pengarang kitab) berkata dalam kitab Al Majmu’: ”Makruh mengambil (bantuan/pemberian) dari orang yang padanya ada harta yang halal dan haram seperti penguasa yang durhaka. Kemakruhan ini berbeda tingkatnya dengan sedikit dan banyaknya kesubhatan. Dan tidak haram menerima pemberian kecuali jika seseorang yang menerima yakin bahwa pemberian tersebut dari harta yang haram.
sumber laduni.id Script