ilustrasi |
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang kami hormati. Terlebih dahulu kami mohon maaf karena kami akan mengajukan setidaknya tiga pertanyaan. Pertama adalah mengenai makna fitrah yang ada dalam hadits, “Lima perkara merupakan fitrah, yaitu mencukur bulu kemaluan, berkhitan, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.”
Kedua, kapan waktu yang tepat untuk mencukur bulu kemaluan dan bulu ketiak. Ketiga, mengenai hikmah di balik pencabutan bulu ketiak dan pencukuran bulu kemaluan. Kenapa bulu ketiak dicabut sedang bulu kemaluan dicukur, serta bolehkah kalau bulu ketiak dicukur? Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Soleh/Bogor)
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Dalam kesempatan ini kami akan menjawab pertanyaan kedua, yaitu tentang kapan waktu yang baik untuk mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak.
Sebagaimana yang sudah maklum bahwa mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan itu hukumnya sunah atau dianjurkan. Lantas kapan waktu yang terbaik untuk mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan?
Mengenai waktu mencabut bulu ketiak akan berbeda-beda setiap orang. Ada yang bulu ketiaknya cepat panjang, ada juga yang pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu waktu terbaik untuk mencabut bulu ketiak berbeda-beda di antara individu, tergantung tingkat pertumbuhan bulu ketiaknya.
وَأَمَّا نَتْفُ الْاِبْطِ فَمُتَّفَقُ أَيْضًا عَلَى اَنَّهُ سُنَّةٌ وَالتَّوْقِيتُ فِيهِ كَمَا سَبَقَ فِي الْاَظْفَارِ فَاِنَّهُ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْاَشْخَاصِ وَالْاَحْوَالِ ثُمَّ السُّنَّةُ نَتْفُهُ كَمَا صَرَحَ بِهِ الْحَدِيثُ
Artinya, “Adapun mencabut bulu ketiak juga disepakati (oleh para ulama) tentang kesunahannya. Sedangkan penetapan waktu mencabut ketiak seperti penetapan waktu memotong kuku dimana waktunya berbeda-beda sesuai perbedaan individu dan keadaan. Kemudian yang sunah adalah mencabutnya sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah-Maktabah Al-Irsyad, juz I, halaman 341).
Demikian juga waktu untuk mencukur bulu kemaluan waktu yang pas atau terbaik melihat kondisi setiap orang. Karena memang faktanya pertumbuhan bulu kemaluan setiap orang tidak sama, ada yang cepat panjang ada yang lama.
وَالتَّوْقِيتُ فِي حَلْقِ الْعَانَةِ عَلَى مَا سَبَقَ مِنِ اعْتِبَارِ طُولِهَا: وَاَنَّهُ اِنْ اَخَّرَهُ فَلَا يُجَاوِزُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
Artinya, “Penetapan waktu mencukur bulu kemaluan sebagaimana yang telah dijelaskan dilihat dari sisi panjangnya. Jika dibiarkan, maka jangan sampai melebihi empat puluh hari,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz I, halaman 342).
Berangkat dari penjelasan singkat ini dapat ditarik simpulan bahwa waktu terbaik untuk mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan berbeda-beda setiap orang. Ada yang cepat panjang, ada yang lama. Jika memang bulu ketiak sudah panjang, maka sebaiknya segera dicabut begitu juga bulu kemaluan segera dicukur apabila sudah panjang, dan jangan dibiarkan sampai melebihi empat puluh hari. Hal ini didasarkan kepada salah satu sabda Rasulullah SAW berikut ini,
عن أَنَسِ بنِ مَالِكٍ ، قَالَ: وُقِّتَ لَنَا في قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ وَنَتْفِ الإِبِطِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Artinya, “Dari Anas Bin Malik RA ia berkata, ‘Kami diberi batas waktu (oleh Rasulullah SAW) dalam mencukur kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu agar kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam,’” (HR Muslim).
Menurut An-Nawawi, makna hadits ini adalah tidak ada pembiaran melebihi empat puluh hari. Tetapi bukan berarti mereka memiliki waktu atau diizinkan secara mutlak untuk melakukan pembiaran selama empat puluh hari. Demikian yang kami pahami dari pernyataannya berikut ini,
فَمَعْنَاهُ لَا يَتْرُكُ تَرْكًا يَتَجَاوَزُ بِهِ أَرْبَعِينَ لَا أَنَّهُمْ وَقْتٌ لَهُمْ اَلتَّرْكُ أَرْبعِينَ
Artinya, “Pengertian hadits ini adalah tidak membiarkan melebihi empat puluh (hari, pent), bukan dalam pengertian mereka memiliki waktu empat puluh (hari untuk membiarkannya, pent),” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim bin Al-Hajjaj, Beirut, Daru Ihya`it Turatsil Arabi, cet kedua, 1392 H, juz III, halaman 139).
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwmith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
(Mahbub Maafi Ramdhan) Script